Semangat jihad intelektual masih tetap dan
terus tumbuh di beberapa kalangan yang sungguh-sungguh memahami arti
perjuangan NU. Untuk itu “kembali ke khittah” selalu menjadi diskursus
yang hangat diperbincangkan. Kiranya, semangat itulah yang menjadi
intisari buku yang ditulis oleh Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama (ISNU)
Tulungagung.
Buku ini berawal dari
perbincangan santai pengurus ISNU Cabang Tulungagung yang merasa bahwa
tradisi menulis di kalangan NU masih kurang. Ceramah dan berdiskusi
sudah biasa di kalangan Nahdliyin, tetapi untuk menulis masih belum.
Memang ada beberapa warga NU yang rajin menulis, tetapi jumlahnya tidak
berbanding dengan jumlah warga NU.
Nahdhatul
Ulama yang identik dengan pondok pesantren; mulai dari gaya hidup,
metode pembelajaran dan pengajaran, sampai pola pikir dalam segala
bidang perlu untuk dituliskan sebagai inspirasi masyarakat Islam pada
umumnya dan manusia seluruhnya. Sehingga NU bisa dipahami banyak orang
di semua kalangan tidak hanya sebatas orang-orang yang mampu membaca
kitab kuning dengan pemaknaan yang tepat menurut gramatikal bahasa arab,
atau mereka yang aktif di Lajnah Bahtsul Masail dengan segudang
problematika fiqih serta jawaban yang acap kali tanpa menggunakan
pertimbangan kajian holistik dan sumber rujukan yang kolektif.
Kehadiran
buku kumpulan tulisan para intelektual NU ini cukup kaya warna dan
menggugah pemikiran kalangan muda. Kajiannya mampu memberikan jawaban
atas kegelisahan pengikut NU pada umumnya. Pertama,
topik yang ditulis mencakup tema yang variatif. Ada yang menulis
masalah ideologi, politik, ekonomi, manajemen, pendidikan, budaya,
sampai soal hadits. Topik yang melintas batas tersebut sungguh merupakan
kekayaan warna dalam dimensi intelektual. Kedua,
latar belakang penulis yang beragam. Ada yang berlatar belakang guru,
dosen, mahasiswa, santri, hingga enterpreneur. Latar belakang mereka
memengaruhi terhadap tulisan yang mereka buat. Ketiga,
keragaman geografis. Memang buku ini yang menerbitkan ISNU Tulungagung.
Tetapi penulisnya tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Eko Siswanto
misalnya, ia adalah dosen STAIN Alfatah Jayapura, tetapi beliau dulu
adalah Pengurus IPNU Tulungagung. Ada juga penulis dari Jambi, Ponorogo,
Malang, Surabaya, Lamongan dan dari beberapa kota lain. Tetapi sebagian
besar diisi pengurus ISNU Tulungagung.
Para
penulis menghadirkan data, informasi, dan pemikiran-pemikiran cerdas
para intelektual NU Tulungagung dan sekitarnya. Misalnya tulisan
Sekretaris Umum ISNU Tulungagung. Pembaca akan menemukan pernik-pernik
ideologis ke-NU-an dan kecerdasan argumentatif di dalam ulasannya.
Pembaca mungkin akan tergelitik saat membaca ulasan dari Agus Zaenul
Fitri yang juga Wakil Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung ketika
merangkai narasi Gus Dur. Juga bagaimana secara elok ia bertutur tentang
pluralisme Gus Dur lewat tangan Kiai Marzuki Mustamar.
Bagaimana
NU di Papua? Mungkin kita akan terkejut dengan pertanyaan ini. NU cukup
eksis di Papua. Gerak dan aktivitas NU cukup produktif, khususnya dalam
konteks kerukunan umat beragama. Secara detail Ketua Tanfidziyah NU
Jayapura periode 2009-2014, Eko Siswanto bertutur kompleksnya kehidupan
sosial keagamaan di Jayapura. Pelan tapi pasti NU menancapkan kiprahnya
di bumi Indonesia ujung timur tersebut. Baca dan simak uraian Eko dan
kita akan menemukan spirit transformasi yang kuat.
Buku
ini diharapkan memberikan kontribusi untuk mengaktualkan potensi warga
NU. Pengalaman dan pengetahuan mereka cukup kaya semoga menjadi respon
atas bentuk keprihatinan terhadap fenomena masyarakat. Meskipun tidak
semua tema terangkum di dalamnya, termasuk solusi pertanian ekonomi yang
akhir-akhir ini menjadi kekurangan NU. Selamat membaca.
Info Buku
Judul buku: Dinamika Pemikiran Intelektual Muda NU
Penulis : Rohmat Zaini, dkk (ISNU TULUNGAGUNG).
Penerbit : Lentera Kreasindo Yogyakarta
Tahun Terbit : April 2016
Tebal : 270 halaman
Peresensi adalah Rizal Mubit, Peneliti Farabi Institute
0 Comments