Muktamar ke-33 di Kota Santri Jombang merupakan momentum untuk
menjadikan Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan yang berpegang
teguh pada Islam yang wasathiyah
(moderat), Islam Nusantara, Islam yang hidup ditengah-tengah
ke-Bhineka-an. Tema yang diusungkan dalam Muktamar tersebut adalah Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia.
Tema ini menegaskan komitmen NU untuk memajukan peradaban dari
Indonesia untuk dunia dengan pendekatan yang harmonis (pendekatan agama,
sosial) secara kultural dan dalam konteks ini NU sejak didirikan,
sekarang, dan seterusnya akan mendukung peradaban.
Tema itu juga sejalan dengan doktrin Islam Aswaja Annahdliyyah yang sering diperdengarkan oleh organisasi Nahdlatul Ulama bertujuan agar hubungan antar manusia bisa bersikap tawasuth (moderat), tawazun (berimbang), i’tidal (tegak lurus dalam prinsip), dan tasamuh (toleransi). Hal ini sesungguhnya implementasi dari al-maslahah al-mu’tabarah (hifd din, nafs, ’aql, nasl, dan mal).
Ketika lima tujuan ajaran universal Islam ini diintegrasikan dengan
empat pilar kebangsaan, maka Indonesia sebagai sebuah negara dan bangsa
akan menjadi negara yang maju dan berperadaban.
Terminologi
“Islam Nusantara” mendapatkan respon yang hangat baik pro dan kontra
atas istilah tersebut, di luar itu muncul banyak pendapat dan argumen
untuk menegaskan bahwa istilah “Islam Nusantara” bukanlah model Islam
atau aliran baru akan tetapi sebuah istilah yang memang hadir atas
realita bahwa Islam di Indonesia adalah agama yang hidup di
tengah-tengah agama-agama lain. Di luar perdebatan tersebut, layak untuk
dibaca buku baru yang terbit awal tahun 2016 dengan judul Pemikiran Islam Lokal TGH. M. Shaleh Hambali Bengkel.
Buku
ini hadir menguraikan sejarah perjalanan intelektual seorang ulama dan
tokoh besar Lombok NTB. TGH. M. Shaleh Hambali yang selanjutnya lebih
dikenal dengan nama Tuan Guru Bengkel (Bengkel merupakan nama sebuah
desa tempat kelahiran dan dimakamkan TGH. M. Shaleh Hambali) merupakan
salah satu perintis kebangkitan Islam di Lombok awal abad 20 dan
merupakan Rais Syuriah pertama NU NTB. Tuan Guru Bengkel juga merupakan
salah satu tokoh yang memformulasikan dakwahnya melalui tulisan atau
seperti yang diistilahkan penulis buku “Era Fatwa” menuju “Era Baca”.
Tuan
Guru Bengkel dalam beberapa pemikiran dan fatwanya sering dianggap
kontroversi karena beberapa pandangannya dalam persoalan agama berbeda
dengan ulama pada masanya. Buku ini merupakan hasil penelitian yang
didasari pada tugas akhir (disertasi) penulis ketika menempuh doktor di
bidang Islamic Studies di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pemikiran-pemikiran
Tuan Guru Bengkel dibagi menjadi tiga tema bidang pemikiran yaitu
bidang tauhid, fiqih dan bidang tasawuf. Pemikiran Tuan Guru Bengkel
dalam persoalan tauhid merepresentasikan bahwa Tuan Guru Bengkel adalah
ulama yang memegang paham ahl-Sunnah wa al-Jama’ah An-Nahdlyah. Tema yang disajikan merupakan tema besar yang menjadi perhatian ulama ahl-Sunnah wa al-Jama’ah
diantaranya 1) Masalah sifat Allah dan para rasul-Nya, 2) Masalah
kekuasaan Allah dan perbuatan manusia, dan 3) Masalah keimanan dan
keislaman (hal 134).
Adapun dalam bidang fiqih
merupakan bidang kajian yang banyak menjadi bahan diskusi karena
dianggap kontroversi, diantaranya masalah mati syahid dunia akhiratnya
salah satu tokoh yang meninggal disebabkan oleh perisean. Perisean
merupakan sebuah tradisi dalam masyakarat Sasak dimana dua orang pepadu
saling mengadu ketangkasan (halaman 228). Masalah kedua yang dianggap
kontroversi adalah tidak adanya Sorong Serah dalam perkawinan (halaman 238). Sorong Serah
merupakan upacara yang dilakukan untuk membayar harga seorang perempuan
dalam tradisi adat Sasak. Perkara lain dalam bidang fiqih adalah karya
Tuan Guru Bengkel tentang haji yang terdapat dalam kitab Jamuan Tersaji pada Manasik Haji. Kitab
ini menyajikan masalah haji lengkap yang diawali penjelasannya tentang
masalah rukun Islam yang lima dan rukun iman yang enam.
Sedangkan
dalam bidang tasawuf, Tuan Guru Bengkel mengajarkan salah satu bidang
tasawuf yaitu tarekat. Tarekat yang dikembangkan adalah tarekat
Qadiriyah Naqsabandiyah Khalwatiyah. Selain tarekat, topik pembahasan
yang masih dalam kajian tasawuf adalah masalah lagu atau nyanyian dan
tarian. Tuan Guru Bengkel menulis masalah ini dalam kitab Luqthatul Jawharah yang ditulis pada tahun 1933. Kitab lainnya yang ditulis adalah tentang tasawuf, Cempaka Mulia Perhiasan Manusia, Intan Berlian Perhiasan Laki Perempuan, dan Permaiduri.
Walhasil bahwa
buku karya Adi Fadli tentang sosok Tuan Guru Bengkel menjadi bahan
bacaan dan kajian awal bahwa betapa produktifnya ulama yang hidup diparo
abad ke-20 yang dianggap sebagai tokoh sang pembaru dalam model dakwah
yaitu bil lisan, bil kitabah, dan bil hal. Selain itu buku ini menambah
khazanah pengetahuan kita tentang teori masuknya Islam ke Lombok. Dalam
penelitian Adi Fadli ini menjelaskan bahwa Islam masuk ke Lombok dengan
tiga teori.
Buku ini seperti yang dikatakan
salah satu Guru Besar Sejarah UGM dalam pengantarnya layak untuk menjadi
bacaan khalayak ramai, khususnya bagi mereka yang menggeluti kajian
sejarah Islam di Indonesia, atau Islam di Nusantara, maupun sejarah
lokal. Selain itu mereka yang tertarik pada persoalan sejarah keagamaan,
sejarah sosial-budaya, dan segi-segi lainnya perlu untuk menjadikan
buku ini sebagai salah satu referensi penting.
Info Buku
Judul Buku : Pemikiran Islam Lokal TGH. M. Shaleh Hambali Bengkel
Penulis : Adi Fadli
Penerbit : Pustaka Lombok
Cetakan : i, 2016
Tebal : xxvi – 358
Peresensi
Retno Sirnopati
0 Comments