Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara meluncurkan Program
National Born to Control di Ruang Roeslan Abdul Gani Kementerian
Kominfo, Jakarta, Senin (30/01/2017). Program ini diluncurkan, karena
pemerintah melihat permasalahan utama dalam mengatasi ancaman di dunia
siber, adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM), padahal ancaman
serangan siber sangat tinggi.
Langkah antisipastif terkait dunia
siber itu, adalah hal yang patut diapresiasi di satu sisi. Tetapi di
sisi yang lain, merupakan sinyal betapa di era teknologi informasi (IT)
yang kian canggih dari waktu ke waktu, maka memahami dan menguasai IT ke
depan, menjadi sebuah keniscayaan.
Keniscayaan itu, juga tidak
bisa dielakkan oleh para santri, baik yang belajar di madrasah maupun
pondok pesantren. Dengan kata lain, santri kekinian tidak cukup bisa
mengaji, fasih membaca serta memaknai kitab kuning, atau pandai dalam
hal bahtsul matsa’il saja, melainkan harus melek IT dan dunia siber yang
tak bisa dihindari.
Menilik dari fakta itu, buku ‘’Pendidikan
Karakter Berbasis Pesantren: Pelajar dan Santri dalam Era IT & Cyber
Culture’’ karya Abdulloh Hamid M.Pd., hadir pada waktu yang sangat
tepat. Buku ini mengingatkan pentingnya menguasai IT dan dunia siber
dalam era global village ini.
Menariknya,
karya dosen Program Studi (Prodi) Sistem Informasi pada Fakultas Sains
dan Teknologi UIN Sunan Ampel Surabaya, ini banyak memberikan wawasan
mengenai karakter dari berbagai perspektif di bagian-bagian awal,
khususnya dalam perspektif keislaman.
Antara lain, empat karakter Rasulullah Muhammad SAW., yakni shidiq (jujur), tabligh (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), serta fathanah (pandai/cerdas),
yang kemudian dilanjutkan dengan memaparkan formula untuk mencapai
karakter mulia menurut Imam Al-Ghazali. (hal. 25-26)
Abdulloh
Hamid kemudian melanjutkan pemaparannya mengenai nilai karakter peserta
didik (siswa/ murid) berdasarkan kajian kitab Ta’lim al-Muta’allim,
seperti menghargai ilmu, menghormati guru (ustadz), dan memuliakan
kitab/ buku. (hal. 27)
Basis pemahaman karakter itu, merupakan
hal mendasar yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan, karena bisa
menjadi pengontrol dan ‘pemandu’ bagi para santri dalam memanfaatkan IT.
Bagi para santri, keharusan memanfaatkan kemajuan IT,
sebagaimana dikemukakan Hasan Chabibie ST. MT. dari Pustekkom
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam catatan
penutupnya (epilog), karena dengan itu mereka bisa men-trigger keilmuan dengan cepat dan sebagai proses akselerasi pembelajaran di bilik pesantren. (hal. 167)
Ketua
PP Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) KH Abdul Ghaffar
Rozin, dalam catatan pembuka (prolog) di buku ini berharap,
pesantren-pesantren bisa mengantarkan putera-puteri bangsa menjadi
komponen bangsa yang berkarakter-religius, serta melem IT.
Harapan
itu tentu tidak terlontar begitu saja. Pada kenyataannya, persaingan
global yang semakin ketat kini, mensyaratkan peserta didik (siswa/
santri) tidak sekadar menjadi generasi yang cerdas dan berkarakter saja,
tetapi harus memiliki berbagai keunggulan kompetitif. (hal. V)
Dengan berbekal keunggulan kompetitif itulah, para kader bangsa akan survive dalam
kehidupan di tengah kompleksitas permasalahan global yang mendera.
Sementara nilai-nilai karakter yang dimiliki, akan menjadi pemandu dalam
menjejakkan langkah mengarungi bahter kehidupan di era IT dan cyber culture yang ada. (*)
Data Buku:
Judul Buku : Pendidikan Karakter Berbasis Pesantren (Pelajar dan Santri dalam Era IT & Cyber Culture)
Penulis : Abdulloh Hamid M.Pd.
Penerbit : Imtiyaz, Surabaya
Cetakan I : Januari 2017
Tebal : 179 halaman
ISBN: 978-602-7661-62-2
Peresensi: Rosidi, penggiat literasi NU Kudus; pengurus ISNU Kabupaten Kudus dan staf Humas di Universitas Muria Kudus (UMK)
0 Comments