Mata perempuan tua yang kurus itu berkaca. Dua telapak tangannya
menyatu depan wajah sebagai ungkapan terima kasih pada anak-anak muda
yang mengantar sembako ke gubuknya yang jauh dari kegaduhan media sosial
(medsos) yang belakangan ini cukup sepi dari penegasan Islam sebagai
deen assalam (agama perdamaian) di negara berideologi Pancasila (Khomsatul Asasiyah).
Anak-anak
muda berseragam hijau dan loreng bukan hasil subsidi pemerintah itu
melaksanakan sila kedua dalam Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, sejalan dengan Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan.
Suatu sistem kehidupan yang menurut cendekiawan muslim Muhammad Quraish
Shihab dalam tafsirnya, tidak bisa dipertentangkan lagi.
“Walau
tak banyak, bantuan-bantuan kami salurkan tersebut dihasilkan dari uang
pribadi anggota Ansor, Banser, dan Denwatser Tugu Mulyo sebagai wujud
kepedulian sosial bagi masyarakat yang membutuhkan,” ujar Yossie
Septiana Mardiansyah.
Warga Desa Widodo,
Kecamatan Tugu Mulyo, Kabupaten Musirawas, Provinsi Sumatera Selatan itu
bergabung dengan Detasemen Wanita Banser (Denwatser) pada awal Mei 2018
saat Diklat Terpadu Dasar ( DTD) digelar PAC Ansor Bolang Tengah Suku
(BTS) Ulu, di Desa Sukamakmur.
Alumni SMAN 2
Sarolangun, Jambi, 2015 itu menyebut, bergabung dengan organisasi yang
saat ini dipimpin H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) rasanya seperti
brotowali dan madu. Pahit dan manis.
Pahitnya
ialah dihina, dicaci, dimaki bahkan difitnah di medsos dan dunia nyata.
Adapun manisnya bisa membantu masyarakat tanpa memandang suku, agama,
ras, dan golongan. Ikhtiar yang dalam kearifan lokal masyarakat Batak,
Sumatera Utara disebut pasomal-somal ma dirim tu na denggan asa gabe
bakko, membiasakan diri membantu sesama dengan kebaikan agar mendarah
daging (menjadi kebiasaan).
Selain itu, bisa
turut menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
merupakan darul ahdi (negara kesepakatan) dari orang-orang yang ingin
memecah persatuan dan kesatuan bangsa yang mengemuka dewasa ini dengan
mengatasnamakan agama. Manis yang lain, ialah bisa menjaga ulama.
Generasi Cinta Ulama dan Indonesia
Rasulullah SAW bersabda: Akan
datang suatu masa kepada ummatku di mana mereka lari dari para ulama
dan fuqoha, maka Allah akan menurunkan tiga macam musibah kepada mereka,
yaitu, menghilangkan berkah dari rizki mereka, menjadikan penguasa yang
zalim untuk mereka dan mengeluarkan mereka dari dunia ini tanpa membawa
iman.
Pertumbuhan anak-anak muda
Indonesia bergabung dengan Ansor dan Banser bisa dikatakan luar biasa.
Dalam sebulan, berkisar 1.000 hingga 2.000 orang mengikuti kaderisasi
yang terkesan tak masuk akal di zaman now (sekarang).
Untuk
mengikuti kaderisasi dasar organisasi berdiri 24 April 1934 di
Banyuwangi, Jawa Timur itu, mereka rela merogoh kantong pribadi, antara
Rp50 hingga Rp150 ribu walau di beberapa daerah ada yang gratis,
digunakan untuk konsumsi saat kaderisasi berlangsung tiga hari hingga
kebutuhan kaus.
Tapi itulah manifestasi cinta
yang membutuhkan pengorbanan. Jika ada yang bertanya tentang cinta
sesungguhnya, ujar Ketua PC GP Ansor Musirawas, Efran Heryadi, maka
bergabung bersama Ansor Banser merupakan satu manifestasi dari cinta
sesungguhnya.
"Ya, cinta yang
sebenar-sebenarnya. Menjadi kader Ansor Banser tak digaji, tak pula
memiliki pangkat. Bahkan, pakaian seragam pun beli dengan uang sendiri,"
ujar Efran lagi.
Tapi bagi mereka hal itu
ialah berkah tersendiri. Eko Sujarwo, warga Desa Tanjung Kurung,
Kecamatan Kasui, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung menegaskan
beruntung mengikuti kaderisasi Banser. Selain mendapatkan motivasi dan
wawasan baru, pedagang dan petani kopi itu mengaku bertambah saudara.
“Alhamdulillah,
NU membawa berkah untuk saya. Terima kasih kepada instruktur-instruktur
yang telah membagi ilmu kepada saya dan sahabat yang lain,” kata dia
seraya menegaskan keimanannya juga semakin meningkat setelah mengikuti
kaderisasi Banser.
Taqwa kepada Allah merupakan
Nawa Prasetya Banser yang pertama. Selain itu, juga perilaku yang harus
dilaksanakan setiap kader inti Pemuda Ansor, sejalan sila Pertama
Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Dia-lah Allah, Yang Maha Esa dalam
QS Al-Ikhlas ayat 1.
Kaderisasi Ansor
mengutamakan kualitas dan perubahan. Dari tak baik menjadi baik. Dari
baik menjadi kian baik. Ansor mendorong generasi muda abhantal ombha’ asapo’ angen, abhantal syahadad asapo’ iman.
Berbantal ombak berselimutkan angin (di mana saja berada), berbantal
syahadat berselimutkan iman dalam kearifan lokal masyarakat Madura.
Kasatkornas
Banser H Alfa Isnaeni bahkan menegaskan Banser ialah pesantren
kedisplinan diri, pesantren bela negara, pesantren penjaga Pancasila,
pesantren untuk mendulang dan menebar amaliah Nahdlatul Ulama dalam
kerangka Aswaja.
Karena itu, setiap kader harus
berusaha memantaskan, mematutkan diri dengan apa yang dilakukan
kiai-kiai NU. “Setelah memantapkan niatan itu, terus dan teruslah
beribadah kepada Allah,” tegas pria kelahiran Tulungagung, Jawa Timur
itu.
Kaderisasi Banser juga tak mengajarkan
kebencian hingga hasut yang merupakan penyakit hati. Raja Ali Haji dalam
Gurindam 12 menulis: Hati ialah kerajaan di dalam tubuh. Jikalau zalim
segala anggotapun rubuh. Apabila dengki sudah bertanah. Datanglah
daripadanya beberapa anak panah.
Pasal empat Gurindam 12 itu mengajak masyarakat memahami sabda Rasulullah SAW: Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan kebaikan seperti api melalap kayu bakar. (HR. Abu Dawud).
Raja
Ali Haji, ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan
Melayu itu cerdas mengaktualisasikan nilai-nilai Islam dalam budaya
lokal. Pendekatan pada masyarakat yang hari ini disebut Islam Nusantara
oleh Nahdlatul Ulama (NU) dan dilaksanakan badan otonomnya seperti Ansor
untuk syiar Islam di Indonesia yang multikultur.
Ijtihad Untuk Islam
Pepatah petitih Sumatera Barat menyebut, capek kaki ringan tangan, capek kaki indak panaruang, ringan tangan bukan pamacah.
Sifat pemuda-pemudi yang terpuji dan dikehendaki oleh adat dan agama,
yakni tangkas dan kesatria tetapi tak melampaui kesopanan.
Masyarakat menerima bantuan sembako dari kader-kader muda NU di Tugu Mulyo berterimakasih dan bersyukur.
“Mereka
menilai kegiatan kami lakukan menyentuh masyarakat secara langsung.
Suatu bentuk kepedulian pada mereka dengan berbagi makanan layak
komsumsi,” ujar Yossie lagi.
Menyaksikan
berkali-kali anggota Banser yang tegas, berani, menarik dalam pergerakan
positif, juga membuat Anggi Nurbayanti, warga Desa Marga Sakti,
Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musirawas, tertarik untuk bergabung.
Alumni
D3 Kebidanan, Universitas Aisiyah Yogyakarta 2014 tersebut kepincut dan
bergabung dengan Banser yang selalu ada dalam kegiatan menyangkut
keagamaan dan NKRI.
Adapun alasan Ketua Umum
Korp Pergerakan Mahasiswi Islam Indonesia (PMII) Putri Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur (OKUT), Sumatera Selatan, Tri Amanah bergabung
Denwatser ialah untuk meningkatkan kapasitas diri menjadi wanita
tangguh, cerdas, dan militan yang ingin berperan membela NKRI dengan
ikhlas.
17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung
Hatta atas nama bangsa Indonesia menyatakan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia setelah 350 tahun lebih mengalami penjajahan dari berbagai
bangsa, Portugis, Belanda, Jepang.
NU telah
menerima Pancasila sebagai ideologi Indonesia yang kelahirannya
diperingati setiap 1 Juni sebagai dasar negara yang tak bertentangan
dengan agama. Sikap tersebut dirumuskan dalam Muktamar NU ke-27 di
Situbondo, Jawa Timur, 1984.
Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia bagi masyarakat Jawa senafas dengan rukun agawe santosa, crah agawe bubrah
(kerukunan selalu membuat sentosa, bercerai berai akan selalu
menimbulkan perpecahan). Sila dan peribahasa itu sejalan QS Ali Imran
ayat 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Sejalan pula dengan QS Al Hujuraat ayat 13, yang menegaskan penciptaan laki-laki dan perempuan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Masyarakat
Bugis, Makassar, memiliki istilah tudang sipulung, secara harfiah
berarti duduk bersama guna mencari solusi atas permasalahan permasalahan
mereka hadapi. Kearifan lokal itu sebagaimana sila keempat, Kerakyatan
yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan, sejalan dengan QS Asy Syuura ayat 38. Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka.
Lantas sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Adil Ka’ Talino, bersikap adil terhadap sesama manusia dalam istilah masyarakat Dayak, Kalimantan. Sejalan dengan QS An Nahl ayat 90. Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan.
Di zaman now yang
serba instan dan segala sesuatu kerap dinilai dengan sesuatu yang
materiil, bergabung dengan Ansor atau Banser terkesan tak rasional,
namun juga rasional ditinjau dari sisi lain. Tak rasionalnya adalah
generasi muda dari beragam suku berani digembleng keras untuk tak
mendapatkan gaji, siap bertugas dengan ikhlas dan penuh pengabdian.
Suatu kelangkaan di zaman now.
Rasionalnya
ialah, generasi muda yang ingin bergabung dengan Ansor Banser sadar,
Indonesia warisan kemanusiaan setiap pahlawan dan pejuang bangsa yang
harus dijaga. Dan itulah ijtihad (usaha sungguh-sungguh) dan nyata warga
negara yang memiliki tanggung jawab pada negaranya.
Tujuanlah
yang membuat semua itu terjadi. Jika orientasinya anggaran, sangat bisa
dipastikan tak akan ada generasi muda tertarik mengikuti kaderisasi
Ansor Banser, menjaga pengajian demi pengajian tanpa gaji.
Tujuan
untuk ikut serta membangun bangsa dan negara dengan karakter keislaman,
kebangsaan, kerakyatan dan kepemudaanlah yang membuat generasi muda
jatuh hati untuk berhimpun di Ansor, di Banser, mendedikasikan diri bagi
kemanusiaan, agama, negara dan bangsa.
Hal
itu yang membuat Ansor Banser menolak keras kelompok-kelompok yang
menggunakan pengajian untuk melakukan agitasi dan provokasi yang memecah
belah umat. Kenapa bukan mendorong gerakan niaga seperti dilakukan Nabi
Muhammad SAW? Kenapa bukan pula perihal menjaga masa depan lingkungan
hidup Indonesia agar sejalan dengan QS Ar Ruum ayat 41? Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2017 menyebut 2.175 kejadian bencana
di Indonesia. Dari data itu, 99,08 persen merupakan bencana ekologis.
Diviralkan
atau tidak, GP Ansor akan terus berijtihad menyuplai generasi muda yang
dekat dan mencintai ulama dengan kontinu serta NKRI, negara yang sah
menurut hukum Islam.
Merujuk Resolusi Jihad 22
Oktober 1945 diserukan KH Hasyim Asyari, mempertahankan dan menegakkan
NKRI menurut hukum Agama Islam adalah wajib, termasuk sebagai satu
kewajiban bagi tiap-tiap muslim, dan jihad fi sabilillah.
Sebagai
organisasi kepemudaan dan keagamaan, Ansor telah membuktikan diri,
mendekatkan ribuan generasi muda dengan Islam, ulama, anti hasut dan
mengedepankan tabayun seperti diharapkan Rasulullah untuk menjaga
warisan kemanusiaan bernama Indonesia yang multikultur.
Dalam
Gurindam 12 pasal yang lain, Raja Ali Haji kembali mengaktualisasikan
nilai-nilai Islam dalam bahasa lokal. Jika hendak mengenai orang
berbangsa. Lihat kepada budi dan bahasa. Apabila perkataan yang amat
kasar. Lekaslah orang sekalian gusar. Apabila pekerjaan yang amat benar.
Tidak boleh orang berbuat onar. Siapa tidak setuju?
(Gatot Arifianto-Penulis Gusdurian. Asinfokom Satkornas Banser)
0 Comments